TEORI
KEBUDAYAAN
Ilmu
Pengetahuan Budaya, Ilmu Pengetahuan Sosial, dan Humaniora
Konsep
kebudayaan mempunyai berbagai definisi bergantung dari aliran teoretis apa yang
dianut. Ada konsep kebudayaan yang bersifat materialistis yang mendefinisikan kebudayaan
sebagai sistem yang merupakan hasil adaptasi pada lingkungan alam atau suatu
sistem yang berfungsi untuk mempertahankan kehidupan masyarakat. Ada pula
konsep kebudayaan yang bersifat idealistis yang memandang semua fenomena
eksternal sebagai manifestasi suatu sistem internal. Kebudayaan adalah suatu
fenomena sosial, dan tidak dapat dilepaskan dari perilaku dan tindakan warga
masyarakat yang mendukung atau menghayatinya.
Di
dalam alam pemikiran yang sama, kebudayaan berarti “pengendalian alam oleh ilmu
pengetahuan dan kesenian” (Albion Small, 1905: 59-60 dikutip oleh Kroeber &
Kluckhohn, 1963: 21). Jadi persepsi menurut pengertian peradaban mengikuti
dimensi hubungan sosial, sedangkan persepsi menurut pengertian kebudayaan
mengikuti dimensi individual, artinya penguasaan ilmu pengetahuan dan kesenian
adalah penyempurnaan budi manusia.
Manusia
sebagai Sasaran Observasi Konkret
Segi
pemerolehan data untuk dikenakan analisis, maka dapat dibedakan lima jenis data
sebagai berikut: (1) artifak atau artefak, (2) perilaku kinetis, (3) perilaku
verbal, (4) tuturan, dan (5) teks. Dilihat dari perspektif lain, teori
kebudayaan adalah usaha konseptual untuk memahami bagaimana manusia menggunakan
kebudayaan untuk melangsungkan kehidupannya melalui penggarapan lingkungan
alam, dan memelihara keseimbangannya dengan dunia supernatural. Menurut
pemahaman ini tulisan atau teks bersifat sekunder. Perilaku verbal maupun
nonverbal merupakan data primer, dan teori-teori yang dikembangkan sangat
dipengaruhi oleh kondisi dan karakteristik data itu, dan dianggap berlaku pula
bagi data tekstual.
Keragaman
Teori
Keragaman
teori kebudayaan dapat ditinjau dari dua perspektif, yaitu (1) perspektif
perkembangan sejarah, dan (2) perspektif konseptual. Pada perspektif pertama
keragaman itu muncul karena aspek-aspek tertentu dari kebudayaan dianggap belum
cukup memperoleh elaborasi, sedangkan pada perspektif kedua keragaman muncul
karena pemecahan permasalahan konseptual terjadi menurut pandangan yang
berbeda-beda.
Berkaitan
dengan keterikatan pada hukum alam, maka evolusi budaya dianggap berlangsung
atas dasar prinsip rasionalitas dan kegunaan (utilitarianism). Perbedaan
kebudayaan mencerminkan perbedaan tingkat perkembangan yang menurut paham ini
terbagi atas tiga tahap evolusi, yaitu tahap keberadaan manusia dalam keadaan
liar (savage stage), kemudian tahap keberadaan manusia di dalam
barbarisme, dan sebagai tahap tertinggi adalah tahap peradaban (civilization).
Aspek-aspek
sejumlah teori setelah Boas yang bersumber pada konsep kebudayaan adalah bahwa
(a) kebudayaan itu bersumber pada emosi, dan bukan pada rasio; (b) kebudayaan
itu bersifat sui generis, artinya tumbuh dan berkembang atas dasar
prinsip-prinsipnya sendiri, dan mempunyai kemampuan mengadakan modifikasi
sehingga unsur-unsur beragam yang merupakan hasil difusi terintegrasi menurut
suatu gagasan atau tema pokok; (c) tiap-tiap kebudayaan itu adalah hasil
perkembangan sejarah yang kompleks sehingga masing-masing bersifat unik; (d)
kebudayaan jika dilihat secara subjektif memperlihatkan dinamika dan
kreativitas yang merupakan kekuatan yang dapat mengintegrasikan unsur-unsur
yang berbeda sebagai hasil proses difusi ke dalam sistem budaya yang ada.
Dua
teori yang masih berkaitan dengan gagasan Boas adalah yang dikembangkan oleh
Ruth Benedict (1887-1948) dan A. L. Kroeber (1876-1960). Ruth Benedict
termasyur dengan konsep ethos atau konfigurasi budaya dan Kroeber
membedakan dua aspek dalam kebudayaan, yaitu apa yang disebutnya dengan
kebudayaan nilai (value culture) dan kebudayaan realitas (reality
culture).
Keragaman
Teori Idealistis
Teori-teori
idealistis disebut Keesing (dalam Casson, 1981: 42-65) teori-teori yang
menganggap kebudayaan sebagai (1) sistem kognitif dengan tokoh utamanya Ward
Goodenough, (2) sebagai sistem struktural dengan Lȇvi-Strauss sebagai tokoh
utamanya, (3) sebagai sistem simbolis dengan dua tokoh utama, yaitu Clifford
Geerts dan David Schneider, dan akhirnya (4) suatu teori yang dikembangkan oleh
Keesing sendiri yang menganggap kebudayaan sebagai sistem sosial-budaya.
Prinsip-Prinsip
Dasar
Prinsip-prinsip
dasar yang dijadikan titik tolak untuk memahami kebudayaan -- membuat
teori kebudayaan -- adalah yang berasal dari Saussure, Peirce, dan teori
interpretasi teks. Saussure mencanangkan prinsip penting sebagai berikut: (1)
tanda (dalam bahasa) terdiri atas yang menandai (signifiant, signifier,
penanda), dan yang ditandai (signifiȇ, signified, petanda), (2) tanda tidak
mempunyai nomenclature dan (3) gagasan langue dan parole.
Gagasan
kebudayaan menurut Lȇvi-Strauss malahan mencanangkan suatu “super-langue” yang
mencakupi seluruh umat manusia. Gagasan kebudayaan menurut Peirce mencanangkan
istilah semiotik dan hermeneutik. Interpretasi teks bertumpu pada
dua prinsip penting, yaitu (1) apa yang disebut sebagai “lingkaran
hermeneutik”, dan (2) apakah kita bertolak dari pendirian bahwa teks itu
mengandung makna tunggal (textual monosemy) atau mengandung makna
majemuk (textual polysemy).
Beberapa
Perkembangan Mutakhir
Aliran
pascastrukturalisme dan pascamodernisme merupakan aliran yang muncul sebagai
pencerminan disilusi dan ketidakpuasan dengan rasionalitas, dan pranata-pranata
yang bersumber pada optimisme kemampuan rasionalitas itu untuk membawa umat
manusia ke kesejahtereaan dan kebahagiaan. Inti pokok dari paham itu adalah
bahwa realitas sebagai sesuatu yang konkret di luar subjek tidak mempunyai
wujud mandiri, tetapi terbentuk oleh wacana (discourse) yang berlaku dan
digunakan dalam masyarakat.
SINTESIS
Pemahamanan
akan teori kebudayaan dapat terbentuk dari bagaimana suatu konsep itu bermula.
Mendefinisikan kebudayaan merupakan masalah klasifikasi makna dari berbagai
persepsi para ahli mengenai struktur, dinamika, dan keberagaman interaksi
sosial di masyarakat. Kebudayaan tidak serta merta hadir dan berdiri sendiri
atau otonom. Tetapi, hal itu muncul manakala kebudayaan dikaitkan dengan
berbagai macam disipllin ilmu yang menyertainya.
Teori
kebudayaan dipandang sebagai suatu pencerahan bagi pemikiran yang masih
memandang dimensi manusia hanya terbatas pada apa yang ada di pikiran dan
kegiatan mereka. Terdapat istilah budaya tingkat rendah maupun tinggi, yang
mana jika diinterpretasikan adalah adanya tahapan evolusi budaya. Manusia
melalui kemampuan intelektualnya terus-menerus berusaha agar kebudayaannya itu
dapat mencapai tahap kesempurnaan maksimal sehingga dapat bermanfaat baginya
secara maksimal pula.
Terjadinya
globalisasi dan keterbukaan masyarakat kita terhadap dunia luar -- kebebasan
perdagangan sudah mulai dirasakan pengaruhnya pada kehidupan daerah-daerah
perkotaan dan ini merujuk pada kebudayaan realitas. Artinya adalah bahwa hal
itu berhubungan dengan usaha mempertahankan hidup dan penggarapan lingkungan,
dengan ekonomi dan teknologi.
Keragaman
sejumlah teori kebudayaan, pada akhirnya dimudahkan dengan prinsip-prinsip
dasar yang berasal dari Saussure, Peirce dan teori interpretasi teks. Inti dari
masing-masing pemikiran mereka terletak pada gagasan-gagasan yang berpengaruh
menentukan arah perkembangan bidang ilmiah tentang kebudayaan. Menelisik lebih
jauh tentang kebudayaan akan menghasilkan kajian makna -- dimaksudkan
untuk menemukan kebenaran. Kesemuanya tidak terlepas dari pola-pola perilaku
yang diambil, dapat melalui teks (tulisan) ataupun lisan. Kajian tersebut
melibatkan pengetahuan dan pemahaman yang akan berujung pada sebuah
interpretasi. Dan perolehan pengetahuan tidaklah boleh dicampur dengan dan
dipengaruhi oleh refleksi diri, karena akan mengakibatkan distorsi pengetahuan
itu.
SUMBER : http://www.academia.edu/3266776/Teori_Kebudayaan_Menurut_E.K.M._Masinambow
SUMBER : http://www.academia.edu/3266776/Teori_Kebudayaan_Menurut_E.K.M._Masinambow
Tidak ada komentar:
Posting Komentar